Wednesday, November 10, 2010

Ichan Kala...




Matahari baru saja tenggelam, hari belum terlalu gelap benar, masih ada sedikit terang di ufuk Barat, agak sedikit ke Selatan. Lampu lampu belum mulai dinyalakan, jalanan batu, tembok tembok tinggi dari bata tanah mentah makin memperlihatkan relung keindahannya dibawah sinar temaram. Madrasah, Minaret, Caravanserai, Mausoleum, serta Monumen monumen untuk menghormati para leluhur itu masih berdiri tegak, setegak ratusan tahu lalu ketika mereka pertama kali berdiri.... Kakiku terus mengayun perlahan menyusuri jalanan batu, jalanan yang sama ratusan tahun lalu yang ditapaki murid murid Madrasah, para ulama, serta para pedagang yg membawa sutra dari negeri Timur yang jauh..... Tembok tembok tua itu memancarkan aura keagungan yang luar biasa, dan berjalan di dalam labirin labirin nya akan menghanyutkan kita ke masa lalu yang amat jauh...Hhmmm.. sayup sayup aku mendengar suara anak anak menderas Al-Quran, sambil menajamkan indra pendengaranku, perlahan aku coba ikuti sumber suara itu. Langkahku terhenti di depan gerbang kayu tinggi bangunan sebuah Madrasah, tepatnya Mohammad Rakhim Khan Madrasah.... ini pasti suara para murid Madrasah yang sedang menyelesaikan salah satu tugas rutin mereka pikirku....Terbayang dianganku kehidupan didalam tembok Madrasah itu, semacam kehidupan di pesantren di tanah air. Yang membedakan hanyalah mereka belajar dan tinggal didalam bangunan kokoh yang memancarkan kewibawaan dan keanggunan... Aku masih berdiri terpaku di pintu gerbang kayu dengan hiasan ukiran nan indah sekali ..... terhanyut aku menikmati suatu rasa yang sangat menggetarkan, jiwa yang terbuai oleh ngelangut-nya suasana yang penuh kedamaian ...menjalar keseluruh tubuh
“Sir, we’re closed ¡” suara perempuan paruh baya itu mengagetkan aku, sekaligus membawaku kembali ke real time, ke masa kini,!!!…… Aaaahhh ngganggu aja nih si Ibu, gerutuku sambil ngeloyor pergi….petugas penjaga karcis di Ichan Kala (bahkan di seantero negeri Uzbekistan yang saya pernah temui), semuanya adalah ibu ibu paruh baya, berbadan subur, dengan pakaian warna warni menyala, dengan potongan baju model daster rumahan, yang sebenarnya merupakan pakaian tradisional wanita Uzbek



Bangunan Madrasah itu masih tetap kukuh berdiri setelah ratusan tahun, hanya saja bukan murid murid yang belajar agama yang mengisi ruang ruangnya sekarang, melainkan para pedagang souvenir dan pengrajin tradisional yang mencoba meraup rejeki dari para wisatawan manca. Ichan Kala, hanyalah satu oase di padang gurun Asia Tengah. Awalnya kota ini menjadi pemberhentian sementara bagi para pedagang di Jalur perdagangan Sutra dari China (Silk Road), yang menyediakan tempat peristirahatan sementara dan semua pelayanan untuk caravan caravan kaum pedagang (Caravanserai) sebelum melanjutkan perjalanan ke Barat. Dalam perjalanannya, tempat ini berkembang menjadi salah satu pusat study agama Islam seiring dengan letak strategisnya di jalur persimpangan perdagangan Timur – Barat dan Selatan, seperti hal-nya Samarkand dan Bukhara yang melahirkan ulama ulama terkemuka, seperti Imam Bukhori misalnya, yang kita kenal dengan kumpulan hadits-nya yang paling banyak dipakai rujukan umat muslim sedunia. Barangkali Imam Bukhori dulu juga belajar di Madrasah Madrasah seperti ini, aku cuma bisa menduga...



Aku melanjutkan langkahku menyusuri labirin labirin sempit jalanan batu, mencoba untuk mengais sisa sisa aura yang tertinggal, dari masa keemasan dulu..... Sesekali aku bertemu satu dua atau beberapa orang turis, yang juga berjalan hening dan perlahan.... ternyata aku tidak sendiri...
Ichan Kala ternyata bukanlah sekedar Tembok Benteng tinggi dengan bangunan bangunan kuno-nya yang membisu. Bagi mereka yang yang merindukan kedamaian ketentraman jiwa akan romantisme kenangan indah abad yang telah lalu, labirin labirin tembok Madrasah, Caravanserai, Masjid dan Mausoleum itu menyediakan ruang yang tak berhingga luasnya...seluas langit malam yang selalu terlihat indah penuh dengan bintang bintang di tengah padang gurun Asia Tengah itu....
Ichan Kala....